يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوْا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ فَانْفُذُوْاۗ لَا تَنْفُذُوْنَ اِلَّا بِسُلْطٰنٍۚ
Wahai segenap jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (dari Allah) (Ar-Rahman :33)
Thariq.sch.id- Siapa yang tidak mengenal Gawai yang saat ini menjadi hal yang tidak bisa lepas dari kebutuhan manusia. Bahkan mungkin kalau ditanya lebih baik mana ketika berangkat bekerja ketinggalan dompet atau ketinggalan gawai maka mayoritas orang akan menjawab lebih baik ketinggalan dompet. Mayoritas orang memilih gawai karena fungsinya yang tidak hanya sebagai alat komunikasi tapi juga berfungsi sebagai alat bayar digital dan fitur lain yang sangat memudahkan hidup manusia.
Di Indonesia sendiri penggunaan Gawai tidak lepas juga dari pertumbuhan Generasi Z yang dikenal dengan Gen Z (kelahiran tahun 1997-2012). Menurut sensus BPS 2020 Gen Z ini adalah generasi mayoritas penduduk Indonesia dengan populasi sebanyak 74,93 juta jiwa.
Gen Z memiliki karakteristik digital natives atau generasi internet. Ciri utama dari generasi ini yaitu sangat akrab dengan teknologi digital dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Gen Z sangat terbiasa berselancar di dunia maya dan menggunakan teknologi digital dalam bekerja dan beraktivitas. Dengan kemampuan penguasaan digital yang jauh melampaui generasi lainnya, maka hampir selalu Gen Z memimpin dalam penggunaan teknologi digital di berbagai sektor pembangunan (“Pembangunan Bangsa oleh Pemuda yang memimpin Literasi Digital” 2024).
Dari hal tersebut di atas, penguasaan gawai bukanlah pilihan tetapi keharusan yang hendaknya orang tua siapkan kelak. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), usia paling ideal untuk anak mulai memegang gawai adalah di usia 13 tahun. Selain kematangan usia, yang harus disiapkan adalah kurikulum atau edukasi cara menggunakannya secara optimal. Karena ketika orang tua menyerahkan gawai ke anak perlu diimbangi dengan edukasi yang terarah. Pemberian gawai tanpa disertai edukasi kepada anak akan menyebabkan penggunaan gawai menjadi tidak terarah dan justru membahayakan anak. Melalui edukasi, anak menjadi tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal ini hendaknya diawasi oleh orang tua pada saat awal penggunaan gawai. Hal ini untuk menghindari anak berlebihan dalam memakai gawai. Pembatasan penggunaan gawai bukan berarti orang tua tidak sayang kepada anak justru sebaliknya. Orang tua yang terlibat dalam pengawasan dan edukasi justru sayang kepada anaknya.
Baca juga : 80 Guru SIT Thariq Bin Ziyad Melangkah Sebagai Apple Teacher
Selain edukasi dari diri sendiri, orang tua juga bisa meminta bantuan mitra pendidik yang paham bagaimana menggunakan gawai dengan baik. Salah satunya adalah mengenalkannya melalui sekolah. Orang tua dapat memilih sekolah yang mampu mengintegrasikan teknologi digital dalam pembelajaran keseharian dengan baik. Integrasi pembelajaran dalam keseharian memungkinkan anak belajar cara menggunakan aplikasi secara produktif agar tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah. Melalui bimbingan dan pengawasan dari Bapak/Ibu Guru di sekolah dan orang tua ketika di rumah,terciptanya anak yang mampu menguasai gawai secara bijak dan produktif menjadi hal yang mampu diwujudkan.
Ditulis oleh : Ust. Nono Ariyandi, S.Si (Manajer IT dan Digital Public Relation LPIT TBZ)
Simak video : Dibalik Layar Sosialisasi Program Digital Classroom SMPIT TBZ
Leave a Comment